Hatta maka kata shahibul hikayat adalah Perkasa Syah makin hari semakin bertambah dewasa, bijak, dan ramah.
Ia bertambah akrab dengan ulama-ulama lain dan juga orang-orang besar, bentara, dan hulubalang. Perangainya sangat baik, ibarat magnet yang mampu menarik besi, begitulah bisa dilukiskan perangainya karena ia mampu menarik simpati semua kalangan, baik kalangan dalam istana maupun kalangan rakyat biasa. Ketika waktu senggang usai mengaji, ia berjalan-jalan ke sudut kampung. Di mana pun ia berjumpa dengan orang alim dan orang yang lebih tua darinya, ia menyalami orang tersebut sambil mencium tangan mereka. Tak lupa pula ia berdiskusi dengan orang yang lebih alim darinya mengenai ilmu pengetahuan agar bertambahlah wawasannya.
Jika ia bertemu dengan orang-orang tua, ia juga bertanya-tanya tentang segala hal, misalnya pengalaman mereka dalam berperang melawan musuh, mengenai hukum adat istiadat yang ada dalam negeri, dan lain-lain. Begitu juga jika ia bertemu dengan orang-orang yang memiliki ilmu falak dan ilmu firasat, ia tak segan-segan untuk berdiskusi dengan mereka. Dengan banyak berdiskusi dan bertelaah, maka ia yakin akan bertambahlah ilmu pengetahuannya.
Seri Baginda Sultan kebetulan pada masa itu juga telah menerima kedatangan dua orang ulama dari Mekkah, yang termasyhur bernama Syekh Abdul Khair bin Hajar dan Syekh Muhammad Yamani, yang mereka itu ahli dalam bidang ilmu fikih, tasawuf, dan ilmu falak. Sementara itu datang juga ulama dari Gujarat yang bernama Syekh Muhammad Jailani bin Hasan Ar-Raniry. Ulama-ulama ini pun kelak menjadi guru bagi Perkasa Syah yang menambah daftar guru-gurunya.
Pada malam hari Perkasa Syah meninggalkan istana untuk mengikuti kajian-kajian ulama tersebut. Dalam perjalanan menuju tempat pengajian, jika dijumpai para pemuda yang sedang duduk-duduk berkumpul, maka diajak serta olehnya ke tempat pengajian. Dan jika ada di antara para pemuda tersebut ~ yang menurut firasatnya baik ~ memiliki kriteria sebagai pendampingnya di istana, maka akan direkrutlah mereka, namun jika mereka keberatan untuk menetap di istana, maka Perkasa Syah akan menganggapnya sebagai kawan dan disuruh datang sekali-sekali ke istana.
Perkasa Syah kadang-kadang menghabiskan waktu luangnya di istana dengan bermain bersama kawan-kawannya. Salah satu permainan yang disukainya adalah perang-perangan. Semua pengiringnya di istana diajaknya untuk ikut bermain. Senjata yang mereka gunakan adalah bedil bambu (beudee trieng). Selain bermain perang-perangan, mereka juga bermain kuda-kudaan dari daun pinang dan kuda kayu. Hampir setiap pekan ia mengumpulkan anak-anak seusianya. Kemudian mereka berangkat ke tempat persawahan Raja Umong. Di sanalah mereka bermain perang-perangan. Kadangkala mereka membuat sebuah pasukan dengan nama pasukan diambil dari kampung masing-masing. Begitulah mereka saling berperang dengan mempertahankan kampungnya masing-masing dari kekalahan. Permainan ini pun lama-lama digemari oleh anak-anak sehingga asal ada waktu luang mereka senantiasa bermain perang-perangan.
Kanak-kanak yang berani dan pandai bermain perang dipuji oleh Perkasa Syah. Jika ada kawan pengiringnya kurang cakap bermain, Perkasa Syah tidak segan-segan mengajarkannya agar mereka dapat lebih terampil dan cakap. Mereka juga belajar cara melempar lembing dan bagaimana cara bermain pedang. Kemudian mereka melanjutkan latihan dengan menebas barisan lidi yang telah diikat dan batang pisang. Tempat mereka bermain lama-lama semakin dipenuhi oleh kanak-kanak lain. Dan ada di antara mereka yang tertarik untuk bermain.
Sepulang mereka ke kampungnya, lalu mereka membuat pedang dan lembing dari kayu, selanjutnya melatih kemampuan mereka seperti yang pernah diajarkan oleh Perkasa Syah. Untuk perisai, mereka membuatnya dari sabut kelapa kering. Tiada antara berapa lama, maka pekerjaan permainan pedang dan lembing pun pindah memindah dari satu kampung ke kampung lain sehingga permainan ini semakin populer di kalangan kanak-kanak. Demikianlah inisiatif Perkasa Syah yang bijak perkasa itu telah dapat menarik hati kanak-kanak muda belia untuk mempelajari cara berperang yang dapat menanam darah keberanian dalam kalbu putera Aceh semenjak mereka kecil sampai dewasa. Kebanyakan di antara mereka itu kelak menjadi pahlawan dan kaum balatentaranya. Istimewa pula dengan perangai yang baik dan kebijaksanaannya, telah dapat memikat hati dan kasih sayang anak-anak serta orang tua dari tingkat yang rendah hingga ke tingkat yang tinggi dari segala golongan. Perangai yang saleh dan merendahkan diri itulah yang mengangkat martabat dan nama Perkasa Syah menjadi seorang yang ternama dalam dunia ini, seperti ibarat bidal Melayu: mati harimau meninggalkan belangnya, mati gajah meninggalkan gadingnya dan mati Perkasa Syah meninggalkan namanya yang masyhur.
H. M. Zainuddin, Singa Atjeh (Biografi Seri Sultan Iskandar Muda), Medan: Pustaka Iskandar Muda, halaman 28-31.
Kanak-kanak yang berani dan pandai bermain perang dipuji oleh Perkasa Syah. Jika ada kawan pengiringnya kurang cakap bermain, Perkasa Syah tidak segan-segan mengajarkannya agar mereka dapat lebih terampil dan cakap. Mereka juga belajar cara melempar lembing dan bagaimana cara bermain pedang. Kemudian mereka melanjutkan latihan dengan menebas barisan lidi yang telah diikat dan batang pisang. Tempat mereka bermain lama-lama semakin dipenuhi oleh kanak-kanak lain. Dan ada di antara mereka yang tertarik untuk bermain.
Sepulang mereka ke kampungnya, lalu mereka membuat pedang dan lembing dari kayu, selanjutnya melatih kemampuan mereka seperti yang pernah diajarkan oleh Perkasa Syah. Untuk perisai, mereka membuatnya dari sabut kelapa kering. Tiada antara berapa lama, maka pekerjaan permainan pedang dan lembing pun pindah memindah dari satu kampung ke kampung lain sehingga permainan ini semakin populer di kalangan kanak-kanak. Demikianlah inisiatif Perkasa Syah yang bijak perkasa itu telah dapat menarik hati kanak-kanak muda belia untuk mempelajari cara berperang yang dapat menanam darah keberanian dalam kalbu putera Aceh semenjak mereka kecil sampai dewasa. Kebanyakan di antara mereka itu kelak menjadi pahlawan dan kaum balatentaranya. Istimewa pula dengan perangai yang baik dan kebijaksanaannya, telah dapat memikat hati dan kasih sayang anak-anak serta orang tua dari tingkat yang rendah hingga ke tingkat yang tinggi dari segala golongan. Perangai yang saleh dan merendahkan diri itulah yang mengangkat martabat dan nama Perkasa Syah menjadi seorang yang ternama dalam dunia ini, seperti ibarat bidal Melayu: mati harimau meninggalkan belangnya, mati gajah meninggalkan gadingnya dan mati Perkasa Syah meninggalkan namanya yang masyhur.
H. M. Zainuddin, Singa Atjeh (Biografi Seri Sultan Iskandar Muda), Medan: Pustaka Iskandar Muda, halaman 28-31.
No comments:
Post a Comment