![]() |
Struktur birokrasi Kerajaan Samudera Pasai |
A. Pengantar
Berbagai tradisi dan cerita rakyat Cirebon mengenal seorang tokoh bernama Fadhillah Khan. Tokoh yang lebih dikenal sebagai Fatahillah atau Falatehan itu diyakini tidak sama dengan Syarif Hidayat atau Sunan Gunung Jati, bahkan tradisi itu menyatakan bahwa Fadhillah Khan terletak di sebelah kanan pusara Sunan Gunung Jati. Menurut tradisi itu, Fadhillah Khan datang dari Pasai, karena itu dikenal dengan julukan Wong Agung Pasai (Orang Besar dari Pasai).
Jika tradisi itu benar, ada sesuatu yang menarik untuk dikaji atau direnungkan pada awal abad ke-16 itu, Pasai yang sudah mulai "redup", masih sempat "mengekspor" tokoh yang terkenal sebagai panglima perang! Pertanyaan yang boleh saja kemudian muncul adalah antara lain, mungkinkah seorang panglima perang yang berhasil merebut Kalapa (1527) berasal dari negara yang tidak punya tradisi perang yang baik? Mungkinkah ia seorang yang terkenal cuma karena kebetulan bernasib mujur?
B. Pasai Menurut Sumber Sejarah yang Muasir
Hingga sekarang diyakini bahwa Pasai berdiri menjelang akhir abad ke-13, hampir bersamaan dengan kemunculan Majapahit di Jawa Timur. Dengan demikian, patut juga direnungkan kemungkinan tidak mungkinnya Majapahit menjadi sebuah negara kesatuan di Nusantara sebagaimana diharapkan Yamin. Masalahnya, mungkinkah (Samudera) Pasai yang Islam, mau mengakui dirinya sebagai bawahan Majapahit?
Ada sejumlah sumber tulis yang muasir mengenai (Samudera) Pasai. Dua berasal dari Nusantara, beberapa dari China, satu dari Arab, satu dari Italia, dan satu dari Portugis. Sumber Nusantara adalah Hikayat Raja Pasai dan Sejarah Melayu. Sumber China yang nampaknya paling berkenaan dengan Pasai adalah Ying-yai Sheng-lan dari Ma Huan; berita Arab dari Ibnu Battutah, kisah pelayaran Marco Polo dari Italia, dan dari Portugis adalah Suma Oriental-nya Tome Pires.
Naskah Hikayat Raja Pasai diduga berasal dari sekitar tahun 1383-1390 (Hill, 1960:41), atau sekurang-kurangnya akhir abad ke-14 atau awal abad ke-15 (Jones, 1987:v). Hikayat Raja Pasai dianggap sebagai karya historiografi Melayu tradisional yang tertua (Ahmad Shah Nohd. Noor, 1986:5), namun hingga saat ini naskah yang sampai kepada kita hanya satu, yaitu yang dikenal sebagai naskah Raffles Malay no. 67 dan sekarang tersimpan di The Royal Asiatic Society, London. Naskah itu berasal dari Jawa (1815) pada masa Raffles menjadi letnan gubernur jenderal (Jones kys:v-vi), dan merupakan salinan entah yang ke beberapa kali dari naskah asli itu.
Berdasarkan isinya, Hikayat Raja Pasai dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
- Mengenai pembukaan negeri Samudera dan Pasai serta raja-raja yang pertama memeluk agama Islam
- Cerita mengenai perkembangan keadaan di Pasai, yaitu Raja Ahmad dari Pasai secara langsung atau tidak membunuh anak-anaknya, hal yang akhirnya mengakibatkan serangan angkatan laut Majapahit terhadap Pasai, yang dikalahkan dan kemudian takluk kepada Majapahit, dan
- Cerita kemenangan angkatan Majapahit di Kepulauan Indonesia, dan cerita percobaannya yang gagal untuk menaklukkan daerah Minangkabau (Roolvink, 1986:19)
Dibandingkan dengan Hikayat Raja Pasai, naskah Sejarah Melayu yang sampai kepada kita ada beberapa buah. Naskah aslinya diduga berasal dari awal abad ke-17, mengingat peristiwa terakhir yang dikisahkan dalam Sejarah Melayu terjadi sebelum tahun 1613 (Hsu Yun Tsiao, 1986:41). Dalam Sejarah Melayu, kisah mengenai Pasai (dan Samudera) terdapat dalam cerita yang ketujuh, kedelapan, dan kesembilan (Teeuw dan Situmorang, 1952). Pada umumnya para pakar berpendapat bahwa Sejarah Melayu dalam beberapa bagian mendasarkan uraiannya kepada Hikayat Raja Pasai (de jong, 1986:60).
Dalam sumber China, boleh dikatakan tidak ada berita yang secara langsung menyebut Pasai, walaupun yang menyinggung Samudera dan beberapa daerah lain di Sumatera bagian utara agak banyak ditemukan, namun mengingat pada masa para ahli tarikh atau musafir China itu hidup sezaman dengan masa berkembangnya Kerajaan (Samudera) Pasai, tidaklang terlalu dapat disalahkan jika para peneliti cenderung menyesuaikan berita itu dengan Pasai (Groneveldt, 1960:144). Seperti umumnya sumber China, uraian tentang Pasai itu terutama berkenaan dengan berbagai keadaan alam dan keanehan adat atau tata kehidupan masyarakat yang berbeda dengan tata kehidupan masyarakat China.
Ketika Tome Pires singgah di beberapa daerah di Nusantara (1512-1515), ia juga mencatat apa yang dilihat, didengar, dan diketahuinya mengenai daerah yang dikunjunginya itu. Ia mencatat bahwa pada waktu itu Pasai masih berdiri; laporannya mengenai Pasai (dan bandar-bandar di Sumatera bagian utara) cukup memberikan gambaran mengenai daerah itu (Cortesao, 1967:137-147). Uraiannya mengenai Pasai cukup panjan. Ia mencatat hal-hal yang berhubungan dengan penduduk, kota, perdagangan, uang, dan bahkan pajak yang terdapat di Pasai.
Berita Marco Polo (1292) dan Ibnu Battutah (1346) juga tidak secara langsung berkenaan dengan Pasai. Hanya karena mereka melakukan pelayaran pada masa Pasai berdiri, orang beranggapan bahwa catatan mereka berkenaan dengan (Samudera) Pasai juga (Uka Tjandrasasmita, 1976:275).
C. Masyarakat Pasai: Komposisi dan Struktur
Sungguh sangat menarik untuk disimak, berbagai sumber tentang Pasai tidak lupa untuk mencatat ihwal penduduk dan masyarakat negara itu. Jika diurutkan berdasarkan sumber-sumber itu, diperoleh gambaran sebagai berikut:
Komposisi masyarakat yang disebutkan dalam Hikayat Raja Pasai terdiri atas raja, orang besar-besar, sultan, perdana menteri, nata, menteri, bentara, pegawai, sida-sida, bendahari, penggawa, patih, tumenggung, demang, ngabehi, lurah, bebekal petinggi, bala tentara, lasykar, hulubalang, pahlawan, panglima, pendekar, dayang-dayang, binti perwara, fakir, miskin, inangda, pengasuh, orang berbuat bubu, juara bermain ayam, orang menjala ikan, (orang) benjaga, (orang) berlayar, orang pekan, seorang tua dalam surau, nahkoda, ahlul nujum, yogi, guru, dan pendeta.
Menurut Sejarah Melayu, masyarakat Pasai terdiri atas raja, tuanya (di negeri), menteri, sultan, orang besar-besar, mangkubumi, pegawai, bentara, hulubalang, gahara, gundik, fakir, miskin, rakyat, dayang-dayang, hamba, (orang) menahan lukah, (orang) berburu, dan nahkoda.
Sumber China menyebutkan king, chief, army, commander of the troops, bodyguard (of the king), high officers, nobles, people of rank, slave, master of the slave, (people of) great dignitaries of the kingdom, fisherman, (people that) plant rice, keep many cows, live from fishing, make salt and winw, dan trading. Dalam pada itu, Suma Oriental mencatat king, ambassadors, important people of good, (people live from) fishing, traded, and merchants.
Jika komposisi masyarakat semacam itu dijabarkan ke dalam suatu struktur, kita akan memperoleh gambaran struktural masyarakat Pasai berdasarkan birokrasi, status sosial, mata pencaharian (ekonomi), dan profesi atau kecendikiaan. Selain itu ada unsur birokrasi yang agak khusus, yaitu tentara.
Berdasarkan birokrasi, masyarakat Pasai terdiri atas:
- raja, sultan, nata, tuanya (di negeri), king
- perdana menteri, mangkubumi, patih, chief
- menteri, envoy, ambassadors
- tumenggung, bendahari,, bentara, demang, sida-sida, penggawa
- orang besar-besar
- pegawai, ngabehi, lurah, bebekal petinggi.
- bala tentara, lasykar, army, troops, bodyguard, hulubalang, pahlawan, panglima, senapati, pendekar, commander of the troops, high officers
Dari segi status atau kedudukan sosial seseorang, pengelompokannya akan terdiri atas:
- gahara, gundik
- orang tuha-tuha, nobles, people of rank, master (of the slave), (people of) great dignitaries (of the kingdom), important people of good
- dayang, binti perwara, inangda, pengasuh
- rakyat, fakir, miskin, hamba (sahaya), slave
Berdasarkan mata pencahariannya, mereka terdiri dari:
- (orang) berbuat bubu, menjala ikan, menahan lukah, fisherman, (people) live from fishing, plant rice, keep many cows, make salt, make wine
- orang pekan, merchants, (orang) berniaga, trading (man)
- juara bermain ayam
Sementara itu berdasarkan profesi atau kecendekiaan, yaitu nahkoda, guru, yogi, pendeta, dan ahlul nujum. Dalam pada itu, gambaran bahwa pada masyarakat Pasai juga ada petani, diperoleh dari lembaran berupa keluhan penduduk karena binatang banyak merusak tanam-tanam kami.
Secara lebih umum dapat digambarkan keadaan sebagai berikut. Masyarakat Pasai terdiri atas kelompok-kelompok yang menduduki posisi birokrasi tertentu, yaitu raja, perdana menteri, patih, menteri, duta, penggawa (sida-sida, bentara, bendahari), orang besar-besar. Di antara para birokrat itu ada yang sebenarnya birokrat asing (Majapahit), yaitu palis, temenggung, demang, ngabehi lurah, dan bebekal petinggi. Di antara mereka, terdapat birokrat militer, yaitu bala tentara atau lasykar dengan pangkat tertinggi senapati atau panglima yang nampaknya membawahi para pendekar, hulubalang, pahlawan, dan pengawal.
Berdasarkan status atau kedudukan sosial seseorang, dapat diketahui bahwa pada masyarakat Pasai dikenal orang-orang yang karena pekerjaannya dapat dianggap sebagai pembantu atau panakawan. Kelompok itu umumnya ditemukan di lingkungan istana, terdiri atas inang, pengasuhm dayang-dayang, dan binti perwara. Kelompok ini umumnya terdiri dari perempuan, kelompok yang juga dapat menghasilkan seseorang dengan kedudukan sebagai permaisuri atau gundik. Jika permaisuri amat terbatas jumlahnya, gundik dapat terdiri atas beberapa orang. Kelompok yang tidak berada di lingkungan istana adalah rakyat secara umum, dan orang tua-tua (mungkin para pemuka masyarakat) yang dapat berada di mana saja.
Dari segi ekonomi, kecenderungan masyarakat Pasai untuk menjadi pedagang dan nelayan lebih banyak dibandingkan misalnya dengan menjadi petani atau pemburu. Di antara mereka, ada juga yang mempunyai keahlian membuat garam dan minuman keras (tuak). Dalam pada itu, kecenderungan masyarakat Pasai untuk memuliakan kehidupan rohani, diperlihatkan oleh adanya jabatan guru, pendeta, dan ahli nujum. Sementara itu nahkoda nampaknya cukup berperan terutama dalam kaitannya dengan kehidupan kelautan masyarakat Pasai.
D. Penutup
Apa yang dicobauraikan secara singkat ini, tentu saja masih memerlukan telaah dan kajian yang lebih mendalam. Jika data yang ada itu dikajibandingkan dengan kenyataan yang ada pada masyarakat Aceh sekarang, diharapkan akan diperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai masa silam yang dapat digunakan sebagai pegangan masa kini, dalam menyongsing masa depan. []
Artikel Struktur Masyarakat Pasai ditulis oleh Ayatrohaedi. Artikel ini terdapat dalam buku Pasai, Kota Pelabuhan Jalan Sutra, yang disunting oleh Susanto Zuhdi. Buku tersebut diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Jakarta, 1993. Artikel tersebut berada di halaman 1-7.
No comments:
Post a Comment