Setelah putera raja itu dikhitan, makin hari makin besarlah putera itu, ramah tamahnya bertambah-tambah. Baginda menyerahkan lagi puteranya kepada Teungku di Bitai turunan Arab dari Baitul Muqaddis untuk mengaji kitab (imu nahu) beserta budak-budak kawan-kawan pengiringnya. Sangatlah rajin putera raja itu menuntut ilmu, demikian juga budak-budak yang lain kawan-kawannya diamat-amati oleh putera raja itu sendiri supaya mereka itu semua bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Gurunya sangat berbesar hati akan kerajinan putera itu, hatinya sangat terang dan cerdik, tingkah lakunya pun tak ada yang dicela, begitu juga ketika berbicara dengan orang lain, semakin terlihatlah sikap bijak putera raja itu di antara kawan-kawannya yang lain. Berbagai persoalan ditanyakan oleh putera raja kepada gurunya. Satu persatu persoalan itu kemudian dijelaskan oleh Teungku di Bitai yang memang seorang ulama yang dalam pengetahuannya, apalagi dalam ilmu falak dan ilmu firasat. Kasih sayang guru kepada putera raja itu amat mesra. Oleh sebab guru itu seorang ahli dalam ilmu firasat, maka beliau telah dapat menduga segala tingkah perangai putera raja itu, seorang kanak yang bijak perkasa. Bila putera itu pulang dari belajar, maka guru itu selalu bertelaah dengan orang-orang tua, bahwa putera raja seorang yang bertuah besar, bintangnya terang benderang.
Di masa dewasa hingga di hari tuanya, telah memperoleh martabat yang tinggi karena bijak perkasanya, bahkan pada sifat merendahkan diri pintar mengambil hati orang tua dan orang-orang alim. Beberapa kali telah diperhatikan oleh gurunya itu, bila seseorang kawannya bersalah dalam tertib dan khidmat kepada gurunya, selalu saja kawannya itu dimarahi oleh putera raja. Orang yang lebih tua sangat dihormati oleh putera raja itu. Pada suatu hari tatkala putera itu pulang dari mengaji, dilihatnya seorang tua sedang mengangkat benih padi di sawah di dalam panas yang terik, maka segeralah ia meloncat ke dalam sawah untuk membantu pekerjaan orang tua itu, sekalipun orang tua itu memekik minta ampun dan melarangnya, tetapi tidak dihiraukan, melainkan putera itu memanggil kawan-kawannya menyuruh turun ke dalam sawah untuk membantu pekerjaan orang tua yang berat itu.
Setelah selesai membantu orang tua itu pulanglah putera raja itu ke istana. Sampai di istana tercenganglah orang-orang melihat putera raja serta kawan-kawannya berlumur lumpur seperti orang yang habis berkelahi. Dengan segera Rama Setia mendekati rombongan anak raja dengan bertanya ada apa gerangan sehingga terjadi demikian rupa. Putera itu menjawab sepulang dari mengaji, di jalan dilihatnya seorang telah tua dalam kepayahan mengangkat benih padi di sawah. Oleh karena sayang akan orang tua itu, serta mengingat isi kampung itu tiada menaruh sayang akan yang sudah berumu tua itu, yang dirasanya dalam kampung itu tak ada aturan tolong-menolong, maka kami bersama-sama telah memberi bantuan akan orang tua itu. Beberapa ikatan bibit yang hendak ditanami itu, habislah semua kami atur dan letakkan baris-berbaris dalam sawah yang lebar itu. Setelah Rama Setia mendengar jawabn dari putera raja itu, lalu tersenyum simpul dengan hati yang lega dan terus balik ke balairung mempersembahkan hal itu kepada Baginda Sultan yang lagi bersemayam beserta orang besar-besar dan Baginda pun tertawa terbahak-bahak.
Tatkala itu pula segala orang-orang besar pun insaflah akan budi pekerti putera raja yang penyayang itu, bukan saja tertib sopan yang dihargai, juga hati penyayangnya. Tidak beberapa lama antaranya sampai pula berita itu ke telinga gurunya Teungku di Bitai, beliau sangat bersenang hati memperoleh khabar itu. Oleh sebab itu kasih sayang guru itu kepada putera raja bertambah-tambah mesra dan makin bertambah yakin pula akan ramalnya, bahwa putera raja yang perkasa itu kelak menjadi seorang yang ternama dalam martabatnya di kemudian hari. Karena kasih sayang dan kesukaan guru itu kepada putera raja, maka terbukalah pintu ilmunya hendak mencurahkan berbagai-bagai ilmu pengetahuannya ke dalam kalbu muridnya dan di antara ilmu-ilmu yang lain hendak diajarkan juga ilmu falakiah dan ilmu firasat supaya dalam hati sanubari putera raja itu terkumpul berbagai-bagai ragam ilmu pengetahuan untuk mempertinggikan martabatnya kelak.
Segala cita-cita guru itu lalu diberikan kepada putera raja itu di segala waktu bila datang mengaji dan oleh putera raja itu sangat taat dan khidmat akan gurunya sehingga kasih sayang putera itu kepada gurunya pun dari hari ke hari semakin bertambah dengan tiada pula segan menyegan bertanya segala yang kurang jelas dari kejadian dan ajaran gurunya itu. Karena tingkah laku dan bijak cerdik putera raja itu amat nyata pada Teungku itu, maka jatuhlah ilham dalam hati sanubari Teungku itu untuk memberi satu nama kebesaran kepada putera raja itu. Demikianlah pada suatu pagi sedang putera raja duduk mengaji di dayah maka datanglah seorang mengangkat satu seuhap hidangan ketan lalu diletakkan di tengah-tengah murid yang sedang mengaji.
Setelah datang datu seuhap hidangan itu, maka pelajar mengaji pun berhentilah, disuruh buka hidangan itu dan dibagi-bagi isi ayapan itu untuk kenduri kepada murid-murid yang hadir di situ. Sesudah selesai santapan itu, lalu guru besar itu merasikan namanya putera raja itu dengan nama yang baru, dengan menyeru kepada murid-muridnya: mulai hari ini namanya menjadi Tun Pangkat Perkasa Syah.
Maka amat bersuka citalah hati segala kawan putera raja itu setelah mendengar nama baru yang disebut oleh gurunya. Setelah itu turunlah mereka itu semua pulang ke istana. Sampai ke istana dikahabarkanlah oleh mereka itu akan nama Tun Pangkat yang baru, yang dirasikan oleh Teungku di Bitai kepada putera raja.
Baginda pun amat berbesar hati akan nama begawan yang diberikan oleh Teungku di Bitai kepada putera Baginda. Baginda serta Ibu Suri semakin bertambah senang dan suka akan putera Baginda yang cerdik perkasa itu. Setelah mendapat nama yang begawan dari gurunya, semenjak itu sebutan perkasa populer di dalam istana kampung dan negeri.
H. M. Zainuddin, Singa Atjeh (Biografi Seri Sultan Iskandar Muda), Medan: Pustaka Iskandar Muda, halaman 25-27.
No comments:
Post a Comment