Wednesday, 25 May 2016

Pertimbangan Bagi Belanda

Belanda menganggap Teuku Muhammad Arifin sebagai agen provokator

Tanpa Arifin, Read, dan Loudon pun Perang Aceh akan pecah juga. Paling-paling ketiga mereka ini agak mempercepatnya saja. Dari kenyataan berikut ini akan nyatalah bahwa menaklukkan sultan Aceh dengan damai, seperti yang pernah dibayangkan Fransen van de Putte pada tahun 1873, bukanlah tidak mungkin terjadi. Tetapi bagaimanapun tidak akan berbeda akibatnya bagi perkembangan yang tidak menguntungkan bagi usaha untuk perluasan kekuasaan Belanda. Keliru sekali gambaran yang dibayangkan orang di Batavia dan Den Haag tentang kedudukan sultan.

Ini tidak menghilangkan kenyataan bahwa Arifin, Read, dan Loudon telah memainkan peranan yang sangat mencurigakan. Dengan mengarang-ngarang dan menambah-nambah informasi yang tidak benar telah menyesatkan pemerintah Belanda.

Loudon yakin bahwa perang 'mesti' pecah. Bertahun-tahun dia sibuk dengan persiapan dan hanya tinggal menantikan suatu penyebab. Sedikit pun dia tidak hendak meragukan bahan-bahan yang sampai ke tangannya. Bukti yang jelas telegram 1 Maret 1873 tentang keberangkatan armada Amerika dari Hongkong. Telegram ini bukan pula pemalsuan, seperti berita yang banyak datang dari Singapura. Telegramnya sama sekali tidak ada. Loudon tidak menyuruh memeriksa kabar-kabar mengenai adanya sebuah telegram. Tidak, dia justru mempercepat keberangkatan Nieuwenhuyzen ke Aceh dan menggelisahkan Den Haag dengan memberitahukan: ""Menurut kabar, Amerika telah mengirimkan armada dari Hongkong ke Aceh". Berita itu dogunakannya dalam perang urat sarafnya terhadap Fransen van de Putte yang ragu-ragu.

Bahwa pada Arifin ada kesengajaan untuk melakukan penyesatan cukup terbukti dari berkas-berkas resmi. Kemudian, pada perdebatan dalam majelis, sampai dikatakan: orang ini bisa dibeli. Read telah membelinya, dia adalah seorang spion bayaran yang bekerja untuk Read. 

Keadaannya tidaklah seluruhnya demikian. Arifin tidak bisa dibeli. Dia hanya bisa disewa. Dia dibayar Read untuk informasinya, dan jasanya pun tidak akan gratis ditawarkannya kepada Studer dan orang-orang Aceh.

Peranan Read dalam penyesaran ini lebih sulit dibuktikan. Namun, saya beranggapan bahwa dia secara sadar memainkan peranan agen provokator menurut gaya pengakuan angkuh dalam memoarny, Play and Politics, tentang situasi di Perak pada tahun 1873 itu juga. Arifin tidak lebih dari agennya, yang mulai membuat kesalahan besar ketika dia - karena terlalu rajin sebagai provokator - terus saja memproduksi dokumen-dokume Stider lebih banyak. Read sendiri tahu benar siasat Arifin, seperti ternyata dalam suratnya ke Batavia tentang ganjaran yang harus diterima Arifin. Bahwa sekebalinya dari Bangkok dia tidak sedikit pun berusaha menguji informasi Arifin, tetapi justru menambah-nambahnya, lalu meneruskannya kepada Loudon, itu saja sudah merupakan provokasi.

Lagi pula bagaimana sebenarnya Arifin bisa mendapatkan teks perjanjian Siam yang digunakannya sebagai model traktat 'Amerika' dengan Aceh? Mustahil bahwa orang kecil seperti dia bisa memiliki salinan perjanjian, walaupun dalam bentuk guntingan korang. Tentunya, Read si ahli Siam yang memberikannya. 

Satu-satunya pihak yang pada tahun 1873 sama sekali tidak bersalah, juga menurut pandangan tidak sedikit teman semasa, adalah Aceh. Dalam Perjanjian untuk Niaga, Perdamaian, dan Persahabatan tahun 1857 tidak terdapat sebuah artikel pun yang melarang Aceh mencari bantuan diplomatik dan materil pada siapa pun sesudah jaminan Inggris akan kemerdekaannya menjadi dihapus oleh Traktat Sumatera tahun 1871.

Pembahasan tentang adanya atau tidak hak moral Belanda untuk melakukan perang koloniak - yang tercetus di Negeri Belanda dan Hindia Belanda - adalah baru. Di sini pun kita lihat tanda zaman baru timbul dari tempo doeloe. Yaitu zaman baru imperialisme yang sama sengitnya dipertahankan dan diberantas yang memasuki Negeri Belanda bersama Perang Aceh yang kedua.

Paul van't Veer, Perang Aceh, Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje, diterjemahkan oleh Tim Grafitipers, Jakarta: PT. Grafiti Pers, 1985, halaman 49-51.

No comments:

Post a Comment

Kisah Pertemuan Panglima Tibang dengan Mayor Studer (Bagian 1) ~ Teuku Mukhlis

Kisah Pertemuan Panglima Tibang dengan Mayor Studer (Bagian 1) ~ Teuku Mukhlis